Minggu, 18 Maret 2012

Saya tak Bisa Jamin Nilai Sekolah Jujur (Prof DR Rochmat Wahab)

RENCANA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan menghapus ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2013, mengagetkan publik. Jika kebijakan itu jadi diterapkan, pintu masuk PTN hanya lewat jalur undangan dan jalur mandiri.


Polemik sudah tentu fokus ke masalah jalur undangan. Banyak persoalan di sini. Jalur undangan mengandalkan nilai sekolah untuk menyusun peringkat siswa. Sementara, sudah menjadi rahasia umum, bobot nilai di satu sekolah, pastilah berbeda dengan sokolah lain. Ada yang suka obral nilai, ada sekolah yang pelit.

Belum lagi soal manipulasi. Saat ini saja, ada 10 SMA yang masih di-black list oleh Panitia SNMPTN, lantaran mereka terbukti memanipulasi nilai siswa yang dicantumkan di formulir pendaftaran jalur undangan tahun lalu. Inilah salah satu yang dikeluhkan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof DR Rochmat Wahab, yang juga Sekretaris Panitia Pusat SNMPTN.

Berikut wawancara wartawan JPNN, Soetomo Samsu, dengan Rochmat Wahab, beberapa waktu lalu.

Bagaimana tanggapan Anda terhadap rencana penghapusan jalur ujian tertulis SNMPTN?
Begini ya, saya lihat ada fenomena aneh di masyarakat. Kalau Ujian Sekolah saja, mereka fine-fine saja. Tapi kalau Ujian Nasional, mereka, para orang tua siswa, pada kebakaran jenggot karena takut tingkat kelulusan Ujian Nasional tak bisa memberikan kepuasan kepada mereka.

Apa maksudnya? Apa hubungannya dengan SNMPTN?
Ada sebuah kondisi psikologi massa yang menghendaki adanya pendidikan bermutu, yang dengan bekal kelulusan dari pendidikan yang bermutu itu, nantinya bisa berkompetisi. Tapi begitu ujian diketati, mulai dari pembuatan soal, distribusi, dan pengawasan, hingga koreksi jawabannya semua diketati, masyarakat merasa tak nyaman.

Masyarakat tak serius ingin pendidikan bermutu?
Iya. Yang terjadi masyarakat senang-senang juga ketika Ujian Sekolah (bukan Ujian Nasional, red). Begitu sekolah memberikan nilai yang bagus-bagus, tidak diprotes, nggak ada yang protes. Ini masyarakat nggak fair.

Anda tak setuju jalur ujian tertulis SNMPTN dihapus?
Saya tidak bisa menjamin nilai rapor dan nilai ujian sekolah itu jujur. Kalau sekolah bisa melakukan seperti itu (manipulasi nilai, red), bagaimana kami (Panitia SNMPTN) bisa adil?

Jadi Anda menolak rencana itu?
Begini. Nilai siswa bisa sama. Tapi standarnya kan beda. Nilai 8 di satu sekolah belum tentu setara dengan nilai 8 di sekolah yang lain. Bisa saja diberi nilai 9 atau 10 semua, toh sekolah yang memberi. Kami tidak bisa memberikan jaminan. Lebih repot melakukan seleksi lewat rapor. Kalau tingkat kejujuran (di semua sekolah) sama, yang bisa menjamin fairness, baru bisa (jalur tes tertulis SNMPTN dihapus, red).

Tegasnya, Anda menolak?
Saya belum bisa menjamin. Tapi kami hanya mengikuti kebijakan pusat. Kami ikuti tapi semua harus menjaga kredibilitas ujian sekolah semua jujur, tak boleh memainkan angka lewat ujian sekolah dan rapor.

Siapa yang bisa menciptakan kejujuran itu?
Ya guru-guru. Kapan lagi berbuat kebaikan kepada anak-anak, kalau guru-gurunya tak jujur.

Mengenai 10 SMA yang di-black list, kabarnya ada yang sudah diberi pengampunan?
Ah, nggak ada itu. Nggak boleh, itu sudah final. Biar kapok sekolah itu. Biar tak main-main lagi. Kepala Sekolahnya harus bertanggung jawab. Pemberian saksi sudah melalui proses ketat, diverifikasi. Karena benar terbukti, ya diberi sanksi. Kita ndak main-main. Nggak boleh yang benar diberlakukan sama dengan yang salah.

Jika jalur tertulis SNMPTN 2013 dihapus, berarti peluang siswa-siswa di 10 SMA yang diblack list di jalur undangan, makin sulit dong masuk PTN?
Solusinya ya lewat jalur tertulis. Kalau nanti jalur tertulis dihapus, ya lewat jalur mandiri. Kita nggak main-main. (sam/jpnn)

Tidak ada komentar: